|
Situs Berita Kristen PLewi.Net -Bagaimana Mungkin Saya Bisa Mengampuni?
|  |
Minggu, 16 November 2008 00:00:00 Bagaimana Mungkin Saya Bisa Mengampuni? Perceraian mencipta luka yang mendalam
pada seorang anak. Jika itu terjadi maka hanya kuasa Tuhanlah yang mampu menyembuhkan kepedihan hati dan kemarahan mendalam
seorang anak terhadap orang tuanya.
Saya masih membenci ayah saya dan sekarang saya ada dalam konflik karena Roh
Tuhan memaksa saya melihat diri saya dan memikirkan suatu perubahan.
Ketika saya lahir ayah saya tidak mempersiapkan
sebuah rumah bagi seorang anak. Tetangga harus menggantung kain seprei pembatas di satu ruangan untuk menciptakan kamar anak
yang bersih untuk saya. Rumah kami adalah ruangan dari proyek kontruksi yang berusia 10 tahun dengan serbuk gergaji sebagai
lantainya, dan ruang terbuka berketinggian tiga meter diantara lantai dua dan lantai tiga.
Ayah saya sering memukul
anjing dan melempar pisau pada binatang piaraannya dengan kejam. Dia bahkan sering menendang binatang jika sedang marah. Dia
juga minum sepanjang waktu, dan jika tidak demikian dia akan tergeletak di dipan setelah berlatih dengan anggota grup band-nya
pada
pukul 3 dinihari, atau dia akan bermain musik di bar-bar lokal.
Dia tidak pernah menjadi seorang ayah yang
saya harapkan. Dia tidak pernah membapai saya.
Saya ingat bagaimana dia berteriak pada saya dengan tidak rasional
ketika saya berusia delapan tahun. Itu begitu mengerikan. Ayah saya begitu mengerikan. Saya belajar untuk menjadi tegar
terhadap intimidasinya dan tidak hancur terhadap sikapnya. Saya belajar untuk menjaga diri saya sendiri terhadap pria yang
lebih tua 27 tahun dari saya itu.
Siapa yang meminta saya untuk dapat mengampuni dia?.
Tahun demi tahun
ayah saya terus mengecewakan saya. Dia menggagalkan saya, melewatkan nilai-nilai saya. Setelah perceraian dengan ibu saya, dia
tidak pernah memberikan janji dan harapan yang baik bagi saya. Dia tidak memberikan dukungan pada anaknya. Dia juga selalu
terlambat mengingat
waktu-waktu liburan saya. Hari ulang tahun saya, hari yang dia katakan sebagai hari bersejarah dan
khusus bagi dia, tidak pernah dirayakan meski dengan panggilan telepon atau hadiah pada waktunya. Sebagai gantinya saya
menerima kata-kata penyesalan seperti air mata dan rasa mengasihani diri sebagai ungkapan keputusasaan seorang
manusia.
Saya menjadi semakin marah dan semakin marah hingga kemarahan saya meledak terhadap orang lain. Saya mulai
menyakiti keluarga saya yang lain karena ayah yang menyakiti saya. Luapan keputusasaan dan frustasi yang saya alami amat
ironis, saya menjadi serupa dengan ayah saya.
Saya membenci ayah saya. Saya membenci diri saya karena menjadi serupa
seperti dirinya.
Siapa yang mengharapkan saya untuk memberi pengampunan?
Ketika saya mendekati usia 14
tahun saya mendengar tentang Yesus dengan jalanNya yang begitu segar sehingga saya mengerti bahwa saya mengalami pergolakan
dalam diri saya. Saya berikan hati saya pada Yesus, namun kehidupan tidak segera menjadi lebih mudah. Saya tidak menemukan diri
saya merasa mengasihi ayah saya dalam semalam, seperti halnya kejadian dalam sulap.
Saya masih membenci ayah saya,
dan kini saya merasakan adanya konfik karena Roh Tuhan memaksa saya untuk melihat diri saya dan memikirkan adanya suatu
perubahan.
Saya mendengar dan membaca tentang pengampunan dan mencoba hingga putus asa untuk mengampuni ayah saya.
Ternyata saya dapati hal itu amat mustahil.
Semua yang ada dalam hidup saya terbakar. Dia sudah menyakiti saya. Dia
meninggalkan saya. Dia menjadi bagian yang tidak berarti dalam keseharian saya ketika dia masih memegang kendali yang aneh
terhadap emosi saya. Saya merasa tersinggung.
Yang paling buruk adalah bahwa dia masih tetap marah dan minum seperti
yang saya tahu tentang ayah saya selama ini. Tidakkah seharusnya dia yang berubah dan minta pengampunan dari saya dibanding
saya mengampuni dirinya?. Tidakkah seharusnya kami merubah dulu pola pengasuhan dalam keluarga sebelum saya mengampuni ayah
saya itu?. Tidakkah seharusnya saya melihat upaya memperbaiki hal ini menjadi bagian ayah saya?.
Namun kemudian saya
membaca kisah tentang seorang yang berhutang yang tidak mau mengampuni sesamanya di dalam Matius 18:21-35.
Sekarang,
bagaimana mungkin saya tidak bisa mengampuni dirinya?.
Saya membaca mandat Alkitab dengan pukulan yang jelas dalam
hati saya. Saya tidak dapat menerima pengampunan jikalau saya tidak mau mengampuni!.
Kemustahilan menjadi sesuatu
yang mungkin bersama dengan Tuhan. Saya mulai berdoa agar hati saya ini dibuat menjadi lembut. Saya berdoa supaya semua
prasangka pikiran saya dibuang jauh. Saya berteriak pada Tuhan bahwa saya tidak ingin melakukan hal ini dan saya tidak tahu
bagaimana melakukannya, tapi saya minta Tuhan untuk menolong saya. Saya berdoa untuk suatu pemulihan dan
kesembuhan.
Saya berdoa karena hanya itulah tindakan yang dapat saya ambil dalam hubungan saya yang "berjarak"
dengan ayah saya.
Doa-doa mulai bekerja dalam diri saya. Roh Tuhan tetap bekerja dalam diri saya. Kasih menggantikan
kebencian dan saya mulai berdoa untuk keselamatan ayah saya dibanding untuk menyingkirkan dirinya dari kehidupan
saya.
Dan berita baiknya bukanlah bahwa ayah saya menjadi sesuatu yang saya harapkan atau bahkan semua yang Tuhan
harapkan dari dirinya. Berita baiknya adalah bahwa Tuhan yang mengubah saya, dan mengampuni ayah saya memberi saya kemerdekaan
untuk mengasihi dirinya dan orang lain dalam kehidupan saya.
Terlalu banyak dari kita yang begitu buta untuk
melakukan suatu tindakan. Kita tidak mengerti dampak tindakan kita telah menimbulkan kemarahan atau gosip dari diri kita yang
berdampak memukul orang lain sepanjang perjalanan hidup kita. Kita melihat dampak tindakan kita terhadap orang lain, tapi kita
dengan cepat bereaksi terhadap tindakan orang lain yang mempengaruhi diri kita.
Jika seorang dapat memiliki sikap
tidak mau mengampuni, lain halnya dengan Yesus. Yesus dari atas kayu salib mengatakan : "Bapa, ampunilah mereka sebab mereka
tidak mengetahui apa yang mereka lakukan" (Lukas 23:24)
Jika Yesus dapat mengampuni, mengapa kita tidak melakukan
hal yang sama?
Inti dari tidak mau mengampuni, kemarahan dan rasa sakit adalah suatu belenggu yang menguasai.
Bebannya membuat punggung kita menjadi bungkuk dan hati kita menjadi berat. Itu adalah kegelapan menelan pikiran kita dan
menghabiskan gaya hidup kita.
Jika anda memiliki kemarahan dan perasaan tidak mau mengampuni, anda tahu ini adalah
beban. Itu adalah gelap, sesuatu yang berat, bayangan prasangka yang akan mengikuti kemanapun anda melangkah. Orang lain akan
melihat hal itu dan bertanya tentang hal itu dan anda akan mempertahankan diri anda dengan berbagai alasan mengapa anda
membagikan kepedihan anda pada banyak orang. Tapi alasan-alasan itu hanya akan mencegah anda melakukan semua hal yang
benar.
Lenyapkan semua hal itu. Jangan pernah bersekutu dengan hal itu.
Yang terbaik dari Tuhan bagi anda
termasuk mengerti tentang pengampunan.
Jika saya ini tidak sempurna, Tuhan Yesus adalah sempurna. Jika orang tua
saya begitu tidak sempurna, Kristus sesungguhnya amat sempurna. Jika yang salah seperti ketidakadilan bekerja terhadap hidup
saya, maka Tuhan adalah suatu kebenaran. Memikirkan bahwa orang tua saya adalah begitu kurang sebagai orang tua, maka Tuhan
adalah Bapa sesungguhnya bagi saya.
Letakkan kemarahan dan sakit hati di kaki salib. Itu mungkin membutuhkan waktu,
apalagi jika kerusakannya begitu dalam. Tapi tetaplah bawa hal itu di dasar kaki salib hingga anda mampu mengatur semuanya.
Dimana kegelapan menguasai jiwamu sebelumnya, terimalah pengertian tentang kasih yang tidak bersyarat sebagai
pengganti.
Ayah saya akan selalu menjadi orang yang tidak sempurna. Tapi janji Tuhan mengatakan: "karena tidak ada
seorangpun dari manusia yang tidak berdosa, tidak ada seorangpun (Roma 3:12). Saya merayakan bahwa FirmanNya adalah benar.
Dengan pandangan saya dapat mencoba mengerti pengalaman luka hati ayah saya yang membuatnya menjadi manusia yang keras. Kini ia
telah berhenti minum (15 tahun tanpa mabuk) dan hidupnya semakin baik.
Dengan pandangan yang baru saya dapat mencoba
mengerti bahwa ayah saya tidaklah sempurna dan saya dapat mengasihi dan menerima dirinya. Itu adalah cara yang begitu lega
untuk menjalani suatu kehidupan. Saya membuang semua prasangka manusia untuk bisa melihat kehendak Tuhan atas hidup saya.
Berkenaan bahwa Tuhan menggenapi semua janjiNya, meski manusia tidak bisa melakukan hal itu. Angkatkah balok dalam matamu
sebelum mengambil selumbar dalam mata orang lain (Matius 7:4). Pengampunan adalah kemerdekaan dalam Tuhan Yesus
Kristus
Kesaksian: Lisandrea Wentland
Sumber: elia-stories
dilihat : 847 kali |
| |