|
Situs Berita Kristen PLewi.Net -Untuk Janin Tercinta...
|  |
Minggu, 25 Mei 2008 00:00:00 Untuk Janin Tercinta... Deteksi dr. Tjong
Jumat, 16 Mei 2008 kami
mendapat bantuan dari Kak Henny untuk melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Family, Pluit. Bagi istriku, ini
adalah dokter terakhir yang akan kami datangi untuk lebih meyakinkan lagi dalam pengambilan keputusan untuk melakukan
terminasi.
Kami pun berangkat ke RSIA Family, Pluit, bersama Kak Henny. Di sana, kami bertemu dengan DR. MED, dr.
Calvin Tjong, SpOG. Dia adalah seorang dokter spesialis deteksi kelainan janin lulusan Berlin, Jerman, dan telah banyak menulis
artikel tentang kelainan janin.
Awalnya dr. Tjong hanya melakukan pemeriksaan USG biasa. Meski begitu, ia sangat
ditail dan teliti dalam melakukan pemeriksaan. Kepada kami, ia menunjukkan janin dalam rahim istriku secara lebih ditail mulai
dari telapak kakinya hingga ke jari-jari tangannya.
Dr. Tjong juga memperdengarkan suplai darah dari istriku ke
janin serta denyut jantung janin.
Awal pemeriksaan rasanya dr. Tjong tidak menemukan masalah apa-apa pada janin,
apalagi kita dia dengan penuh semangat menjelaskan ditail janin kami.
Namun, ketika tiba pada bagian perut dan
kepala janin, aku merasakan keheningan di ruangan itu. Dr. Tjong tidak lagi menjelaskan apa yang sedang ia tunjukkan kepada
kami di layar monitor, yang berupa layar TV LCD 30 inch.
Sesekali ia menyorot jantung janin, memperdengarkan denyut
jantung itu dan mengetikkan beberapa catatan di layar USG.
Aku mulai merasakan bahwa dr. Tjong telah mendeteksi
adanya masalah pada janin, tetapi ia enggan untuk mengomentari langsung sembari melakukan pemeriksaan.
Akhirnya aku
pun menyadarinya ketika ia mengetikkan tulisan "omphalocele" di layar monitor. Aku ingat hasil pemeriksaan dr. Bambang Kartono,
SpOG di RSCM, yang menyatakan bahwa salah satu kelainan pada janin istriku adalah "omphalocele", dimana ada organ pencernaan
yang tumbuh di luar tubuh.
Tak berapa lama kemudian, dr. Tjong melakukan USG 4D. Gambar yang muncul di monitor kini
jauh lebih jelas dibanding USG biasa. Kami bisa melihat bentuk janin itu dalam wujud sebenarnya dalam tampilan berwarna di
layar monitor.
Sungguh menyedihkan melihat janin yang terbentuk tidak sempurna. Ada beberapa lubang besar di
tubuhnya bahkan kami tidak bisa melihat wajahnya. Betul-betul hancur dan tak menampakkan bentuk manusia.
Selesai
pemeriksaan, dr. Tjong pun mulai menjelaskan. Dalam deteksi dr. Tjong, ia menemukan adanya amniotic membrane rupture (robeknya
selaput ketuban).
"Akibat robeknya selaput ketuban, janin yang tadinya normal teriris-iris oleh selaput yang robek
itu sehingga struktur tubuh janin itu hancur." Kata dr. Tjong.
"Apa penyebabnya dok? Apakah karena aktivitas yang
terlalu berat ataukah karena makanan?" Tanya Kak Henny yang juga ikut melihat hasil USG 4D itu.
"Oh, tidak!" Jawab
dr. Tjong, "Kami tidak tahu apa penyebabnya, tetapi hal seperti ini memang bukan baru sekarang terjadi."
"Jadi
bagaimana selanjutnya, dok?" Tanyaku.
"Bisa dilakukan terminasi dengan obat atau infus, tetapi saya rasa itu tidak
perlu. Lagipula kan dosa membunuh janin seusia ini." Jawab dr. Tjong. "Dibiarkan dalam rahim juga tidak apa-apa. Janin ini akan
mati dengan sendirinya sekitar 2 sampai 3 minggu lagi."
"Apa itu tidak berbahaya bagi istriku?" Tanyaku
lagi.
"Tidak! Tidak akan berpengaruh pada istri Bapak. Nanti kalo istri Bapak mengeluarkan bercak darah, langsung
saja ke rumah sakit." Jawab dr. Tjong.
Hasil ini sungguh memuaskan kami. Dengan melihat langsung janin secara 4D
serta mendengarkan berkali-kali detak jantungnya, membuat kami sepakat dengan dr. Tjong, yaitu membiarkan janin itu tetap hidup
dalam rahim.
TUHAN yang memberi janin kami kehidupan, DIA juga yang telah menjaga janin itu tetap hidup hingga saat
ini, maka selayaknya biarkan DIA sendiri menentukan akhir kehidupan janin itu.
Banyak orang dengan mudahnya mendesak
kami untuk segera melakukan terminasi. Tapi, jika mereka ikut bersama-sama kami melihat langsung bentuk janin itu, dan
mendengarkan denyut jantungnya, mungkin mereka juga akan berubah pikiran.
Janin tak berdosa itu dalam keadaan
sekarat. Ia betul-betul tak berdaya. Satu-satunya cara agar dia tetap hidup adalah tetap berada dalam rahim istriku. Maka,
untuk menunjukkan betapa besarnya cinta kami padanya, kami pun memutuskan untuk membiarkan dia bertahan hidup sampai batas
dimana ia tidak sanggup lagi.
Meski usianya masih 21 minggu (5 bulan 1 minggu), tapi dia sudah layak disebut manusia
dan dihargai selayaknya manusia.
Untuk janin yang kami cintai, kami pun memutuskan untuk memberi dia nama, "NATHAN
ZEFANYA RORIMPANDEI." "NATHAN" artinya "anugerah" dan "ZEFANYA" artinya "yang dilindungi TUHAN."
Dia layak
menyandang nama itu. Sebab hanya karena anugerah dan perlindungan dari TUHAN, ia bisa tetap hidup, dan hanya karena anugerah
dan perlindungan TUHAN, aku dan istriku bisa menghadapi realita ini.
Oleh : Octafred Yosi R
Sumber
: http://nama.oyr79.com/index.php?do=profil&act=bacach&id=8
Diambil dari milis
www.pustakalewi.net
http://groups.yahoo.com/group/pustakalewidilihat : 1615 kali |
| |